Cari Blog Ini

Jumat, 12 Maret 2010

MODUL KUP

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN


1. Definisi
Sejalan dengan usul perubahan pada undang-undang perpajakan lainnya dan perkembangan teknologi informasi, beberapa definisi telah ditambahkan dan dilakukan penyesuaian agar dapat dipergunakan sebagai acuan bagi seluruh undang-undang perpajakan.

2. Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
a. Mempertegas bahwa kewajiban perpajakan adalah dimulai sejak memenuhi persyaratan subjektif dan persyaratan objektif, bukan karena diberi Nomor Pokok Wajib Pajak.
b. Wanita kawin dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah dari hak dan kewajiban suaminya.

3. Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang memungkinkan pengambilan atau penyampaian Surat Pemberitahuan dapat dilakukan melalui media elektronik, maka ketentuan mengenai pengambilan, pengisian, penandatanganan dan penyampaian Surat Pemberitahuan perlu disesuaikan untuk menampung:
1.) Pengambilan formulir Surat Pemberitahuan secara elektronik;
2.) Penandatanganan Surat Pemberitahuan dengan menggunakan tandatangan stempel atau tandatangan elektronik/digital (tidak harus dengan tanda tangan basah);
3.) Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik.
b. Dalam rangka memberikan waktu yang cukup kepada Wajib Pajak badan untuk mempersiapkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan perlu dibedakan, yaitu untuk Wajib Pajak orang pribadi tetap paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk Wajib Pajak badan paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
c. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan, dengan cara hanya menyampaikan pemberitahuan secara tertulis.
d. Wajib pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebelum daluwarsa penetapan, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Untuk Surat Pemberitahuan yang rugi atau lebih bayar, pembetulan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
e. Sanksi administrasi berupa denda bagi Wajib Pajak yang dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya setelah dilakukan tindakan pemeriksaan tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan, diturunkan dari 200% (dua ratus persen) menjadi 150% (seratus lima puluh persen).
f. Walaupun telah dilakukan pemeriksaan tetapi belum diterbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya dengan melunasi pajak yang harus dibayar beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen), sedangkan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.
g. Laporan Keuangan yang wajib dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah Laporan Keuangan atas kegiatan usahanya sendiri, bukan Laporan Keuangan Konsolidasi.

4. Sanksi Administrasi
a. Sanksi administrasi berupa denda bagi Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan dinaikkan menjadi sebagai berikut:
1.) Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN;
2.) Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya;
3.) Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan;
4.) Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi.
b. Kealpaan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.

5. Pembayaran Pajak
a. Menegaskan bahwa pajak yang dibayar pada tempat pembayaran yang ditentukan merupakan pembayaran pajak yang sah apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran atau telah mendapatkan validasi.
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan disampaikan.
c. Pajak yang masih harus dibayar dalam ketetapan pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Namun demikian untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan tersebut dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan.

6. Penetapan dan Ketetapan
a. Menyempurnakan beberapa ketentuan yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan Lebih Bayar untuk menampung bahwa:

1.) Surat Pemberitahuan Lebih Bayar untuk Wajib Pajak Tertentu tidak dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk memberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Misalnya terhadap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
2.) Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan untuk penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui Surat Pemberitahuan Lebih Bayar tidak berlaku dalam hal kepada Wajib Pajak dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
b. Menambah ketentuan untuk menerbitkan Surat Tagihan Pajak, dalam hal:
1.) Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak;
2.) Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan.

7. Pembetulan ketetapan pajak
a. Batas akhir penyelesaian pembetulan ketetapan pajak diubah dari 12 (dua belas) bulan menjadi 6 (enam) bulan.
b. Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak.

8. Restitusi PPN atas Barang Bawaan bagi Turis Asing
Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan pembelian Barang di dalam negeri dan dibawa ke luar negeri, dapat diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar.

9. Daluwarsa Penetapan dan Penagihan
a. Daluwarsa Penetapan
Daluwarsa penetapan pajak dipersingkat dari 10 (sepuluh) tahun menjadi 5 (lima) tahun sejak berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

b. Daluwarsa Penagihan
Daluwarsa penagihan pajak dipersingkat dari 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, menjadi 5 (lima) tahun sejak penerbitan ketetapan pajak.

10. Hak Mendahulu
Hak mendahulu untuk melakukan penagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, yang selama ini dibatasi selama 2 (dua) tahun, diubah menjadi sampai dengan daluwarsa penagihan pajak.

11. Gugatan
Menambah objek gugatan yang dapat diajukan Gugatan oleh Wajib Pajak ke badan peradilan pajak, yaitu:
a. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak.
b. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang tidak sesuai dengan prosedur.

12. Keberatan
a. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim.
b. Wajib Pajak wajib melunasi paling sedikit sejumlah yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
c. Jangka waktu pelunasan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
d. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen). Sanksi administrasi tersebut tidak dikenakan apabila Wajib Pajak mengajukan banding.
e. Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dan memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai permohonan keberatannya.
f. Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan.
g. Jumlah pajak yang diajukan keberatan belum merupakan utang pajak yang dapat ditagih dengan Surat Paksa dan belum boleh dikompensasi dengan kelebihan pajak lainnya.

13. Banding
a. Untuk Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dalam Surat Keputusan Keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
b. Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen).
c. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis terhadap hal-hal yang menjadi dasar keputusan keberatan.
d. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding.
e. Jumlah pajak yang diajukan banding belum merupakan utang pajak yang dapat ditagih dengan Surat Paksa dan belum boleh dikompensasi dengan kelebihan pajak lainnya.

14. Imbalan Bunga
Kelebihan pembayaran akibat dari keberatan, banding, peninjauan kembali, pembetulan, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.


15. Pembukuan atau Pencatatan
Memperjelas dan mempertegas peraturan yang berkaitan dengan kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan antara lain:
a. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyelenggarakan dan menyimpan pembukuan atau pencatatan di Indonesia;
b. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib menyimpan soft copy di Indonesia selama 10 tahun.

16. Pemeriksaan
a. Mempertegas dan memperjelas ketentuan yang mengatur kewenangan pemeriksa pajak untuk melakukan penyegelan terhadap barang bergerak atau tidak bergerak.
b. Tata cara pemeriksaan mengatur antara lain tentang penyampaian pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pemberian kesempatan Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir temuan hasil pemeriksaan.
c. Wajib Pajak orang pribadi yang diperiksa tetapi tidak memperlihatkan atau meminjamkan buku, catatan atau dokumen yang diperlukan sehingga tidak dapat dihitung besarnya pajak, maka pajaknya dapat dihitung secara jabatan.
d. Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen, data, informasi dan keterangan lain, dalam rangka pemeriksaan pajak wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.

17. Wajib Pajak “Go Public”.
Wajib Pajak badan go public, khususnya yang Surat Pemberitahuan Tahunan-nya menyatakan lebih bayar atau terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis rasio, dan Surat Pemberitahuan-nya dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, dapat dilakukan Pemeriksaan Kantor.

18. Akses Data Perpajakan
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya wajib memberikan data dan informasi perpajakan. Dalam hal data dan informasi tersebut tidak mencukupi, Direktorat Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi dengan Peraturan Pemerintah. Di dalam menghimpun data ini tetap memperhatikan kerahasiaan bank.

19. Pengurangan dan Pembatalan
a. Atas permintaan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat :
1.) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2.) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
3.) mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
4.) membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak yang dilaksanakan tanpa:
a.) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b.) pembahasan akhir dengan Wajib Pajak.
b. Batas akhir penyelesaian pengurangan atau pembatalan diubah dari 12 (dua belas) bulan menjadi 6 (enam) bulan.

20. Sunset Policy
a. Dalam rangka mendorong Wajib Pajak mengungkapkan penghasilan yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum tahun 2007, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembetulan dengan diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dengan syarat pembetulan tersebut dilakukan pada tahun pertama berlakunya Undang-Undang ini.
b. Paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Wajib Pajak orang pribadi yang sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar. Disamping itu terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan Wajib Pajak tidak benar atau lebih bayar.

21. Sanksi Bagi Petugas Pajak
a. Petugas pajak yang dengan sengaja menyalahgunakan wewenang dan atau melanggar hak-hak perpajakan Wajib Pajak, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan.
b. Pegawai pajak yang terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak diancam pidana Pasal 368 KUHP tentang pengancaman.
c. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam pidana sesuai Pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d. Pegawai pajak tidak dapat dituntut baik secara perdata atau pidana apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai peraturan.

22. Kode Etik Bagi Petugas Pajak
a. Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh Komite Kode Etik.

23. Komite Pengawas Perpajakan.
Dalam rangka pengawasan perpajakan, Menteri Keuangan membentuk komite pengawasan di bidang perpajakan.

24. Ketentuan Pidana
Untuk meningkatkan pengawasan pelaksanaan kewajiban perpajakan maka perlu menyempurnakan ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana di bidang perpajakan, atas:
a. kealpaan/kelalaian yang kedua kali dan seterusnya dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan, yang merugikan pendapatan negara.
b. Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan atau tidak menyimpan pembukuan di Indonesia;
c. setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan, atau menggunakan, atau menerbitkan dan menggunakan, Faktur Pajak atau bukti pemungutan pajak atau bukti pemotongan pajak, bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya;
d. setiap orang dari asosiasi, instansi dan lembaga pemerintah, dan pihak ketiga yang tidak melaksanakan kewajiban memberikan data dan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak, termasuk pihak yang menyebabkan tidak terpenuhinya data dan informasi dimaksud.
Disamping itu, kontruksi pidana pajak yang sebelumnya hanya mengatur ancaman pidana maksimal disesuaikan menjadi ancaman pidana minimal dan maksimal.

25. Ketentuan Penyidikan
Penegasan dan penyempurnaan ketentuan yang mengatur tentang penyidikan terutama dalam hal:
a. Wewenang penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
b. Penyitaan terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga, milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, atau pihak-pihak lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
c. Batas waktu penetapan keputusan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan oleh Jaksa Agung berdasarkan permintaan Menteri Keuangan, paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
d. Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan yang menyangkut petugas Direktorat Jenderal Pajak, Menteri Keuangan dapat menugaskan unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.

PERATURAN DIREKTUR JENDRAL PAJAK NO per 37..

PERATURAN DIREKTUR JENDERALPAJAK NOMOR PER 37/ PJ/ 2008 TETANG TATA CARA PEMBETULAN KESALAHAN TULIS, KESALAHAN HITUNG, DAN/ ATAU KEKELIRUAN PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DALAM PERTURAN PERUNDANG-UNDANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
……………………………………………
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR …………………….
TENTANG
PEMBETULAN PBB
ATAS……………NOMOR……………TANGGAL…………….
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Membaca : surat permohonan pmbetulan PBB yang diajukan secara perseorangan oleh Wajib Pajak / kuasa dari Wajib Pajak…………………………………Nomor……………….. tanggal……………………….atas …………………………Nomor……………………tanggal ………………………….Tahun Pajak……………………..yang diterima………………………….. berdasarkan tanda terima Nomor………………………tanggal……………………………..;
Menimbang : bahwa berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Pembetulan PBB Nomor……………..……………….tanggal …………………………….terdapat/ tidak terdapat cukup alasan untuk membetulkan kesalahan tulis/ kesalahan hitung/ kekeliruan penerpan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan PBB;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/ PMK.03? 2008 tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, dan/ atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan;
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor………………/ PJ/ 2008 tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, kesalahan Hitung, dan/ atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu dalam Peraturan Perundang-Undangan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEMBETULAN PBB ATAS ……………………………NOMOR……………………TANGGAL………………………
PERTAMA : Menerima seluruhnya/ menerima sebagian/ menolak permohonan pembetulan PBB atas………………..Nomor ………………..….tanggal………………………
Nama Wajib Pajak : ………………………………………..
NOP : ………………………………………..
Alamat Wajib Pajak/
Alamat Objek Pajak : ………………………………………
KEDUA : Sesuai Diktum PERTAMA, rincian pembetulan sebagai berikut:
No. Uraian Semula Hasil Pembetulan
1
2
3
4
5
6
7
8


DitetapDDitetapkan di …………………………..
Pada tanggal ……………………………
Direktur Jenderal/
a.n. Direktur Jenderal Pajak
……………………………………………….

………………………………………………
NIP…………………

KARAKTER PSG

Karakteristik PSG

Penyelenggara pendidikan system ganda pada SMK memiliki karakreristik sebagai berikut :

 INSTITUSI PASANGAN

Penyelenggaran pendidikan dengan sisitem ganda hanya mungkin di laksanakan antara institusi pendidikan (SMK) dan industri lain (industri/perusahaan yang berhubungan dengan lapangan kerja) yang memiliki sumber daya untuk mengembangkan keahlian kejuruan, untuk bersama-sama menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kejuruan.

 PROGRAM PENDIDIKAN BERSAMA

Penyesuaian kurikulum dilaksanakan bersama oleh SMK dan industri pasangannya, dan hasilnya menjadi program pendidikan yang di sepakati kedua belah pihak untuk di laksanakan bersama secara konsekuen.

 KELEMBANGAAN KERJA SAMA

Rabu, 03 Februari 2010

Tata Cara Pendaftaran NPWP dan PKP

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak Dirjen Pajak tanggal 20 Oktober 2008 telah mengeluarkan PER-44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak Dan/Atau Pengusaha Kena Pajak . Pokok-pokok yang diatur PER-44/PJ/2008 adalah sebagai berikut.



DEFINISI

1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

3. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

4. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai 1 (satu) tempat usaha yang berbeda dengan alamat tempat tinggal atau lebih dari 1 (satu) tempat usaha.

5. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut dengan KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak, KPP Pratama, KPP Madya termasuk KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar.

6. Kantor Pelayanan Pajak Lama yang selanjutnya disebut dengan KPP Lama adalah KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebelum Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan di KPP Baru.

7. Kantor Pelayanan Pajak Baru yang selanjutnya disebut dengan KPP Baru adalah KPP yang menerima pemindahan Wajib Pajak dari KPP Lama.

8. Kantor Penyuluhan, Pengamatan dan Potensi Perpajakan yang selanjutnya disebut dengan KP4 dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya disebut KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP.

9. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, yang terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

10. Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar adalah Wajib Pajak dan/atau PKP yang telah terdaftar dalam tata usaha KPP dan telah diberikan NPWP dan/atau SPPKP.

11. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan Kartu NPWP adalah kartu yang diterbitkan oleh KPP yang berisikan NPWP dan identitas lainnya.

12. Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disebut dengan SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan antara lain NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

13. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan SPPKP adalah surat yang diterbitkan oleh KPP yang berisikan identitas dan kewajiban perpajakan PKP.

14. Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat usaha, atau pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.

15. Perubahan data adalah perubahan data Wajib Pajak dan/atau PKP yang dapat berupa perubahan nama, perubahan bentuk badan, pembetulan NPWP, perubahan alamat dalam wilayah kerja KPP yang sama, perubahan jenis usaha, perubahan status usaha, atau perubahan data lainnya, tidak termasuk perubahan alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat usaha keluar wilayah kerja KPP tempatWajib Pajak Terdaftar.

16. Pemindahan Wajib Pajak dan/atau PKP adalah tindakan memindahkan administrasi perpajakan Wajib Pajak dan/atau PKP dari tata usaha KPP lama ke tata usaha KPP baru, karena alasan pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.

17. Permohonan pendaftaran NPWP adalah permohonan yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan cara mengisi Formulir Pemohonan Pendaftaran Wajib Pajak yang disampaikan ke KPP/KP4/KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.

18. Permohonan pengukuhan PKP adalah permohonan yang dibuat oleh PKP dengan cara mengisi Formulir Pemohonan Pengukuhan PKP yang disampaikan ke KPP/KP4/KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak

19. Permohonan perubahan data adalah permohonan yang dibuat oleh Wajib Pajak dan/atau PKP dengan cara mengisi Formulir Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah dan/atau Formulir Perubahan Data dan PKP Pindah yang disampaikan ke KPP/KP4/KP2KP tempat Wajib Pajak terdaftar untuk memberitahukan dan memohon perubahan data.

20. Permohonan pindah adalah permohonan yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan cara mengisi Formulir Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah dan/atau Formulir Perubahan Data dan PKP Pindah yang disampaikan kepada KPP Lama atau KPP Baru untuk memberitahukan dan memohon perubahan tempat terdaftar, karena alasan pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha

21. Surat Pindah adalah surat yang berisi keterangan pindah Wajib Pajak dan/atau PKP ke KPP baru yang diterbitkan oleh KPP lama, karena alasan pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.

22. Surat Pencabutan SKT dan Surat Penghapusan NPWP adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPP yang menyatakan pencabutan Wajib Pajak terdaftar dan penghapusan NPWP dari tata usaha KPP.

23. Surat Pencabutan SPPKP adalah surat yang diterbitkan oleh KPP yang menyatakan pencabutan PKP dari tata usaha KPP.

24. Kuasa adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

Pasal 2

(1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP.

(2) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.

(3) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya.

(4) Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

(5) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

(6) Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000, yang:

a. memilih sebagai PKP; atau

b. Tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya.

(7) Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.

Pasal 3

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke KPP/KP4/KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(2) Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) selain mendaftarkan diri ke KPP/KP4/KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga mendaftarkan diri ke KPP/KP4/KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.

(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan ayat (6) melaporkan usahanya ke KPP/KP4/KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan perpajakan.

(4) Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja KPP, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

Pasal 4

(1) Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa khusus yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau Pengusaha yang melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan permohonan pendaftaran NPWP dan/atau permohonan pengukuhan PKP ke KPP/KP4/KP2KP.

(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a) KPP menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP; atau

b) KP4/KP2KP memberikan Bukti Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Bukti Pelaporan PKP, paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

TATA CARA PERUBAHAN DATA WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK

Pasal 5

(1) Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar yang mengalami perubahan data, wajib melaporkan perubahan tersebut ke KPP/KP4/KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dan/atau PKP dengan mengisi Formulir Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah dan/atau Formulir Perubahan Data dan PKP Pindah.

(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a) KPP menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap; atau

b) KP4/KP2KP memberikan Bukti Penerimaan Surat.

TATA CARA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK

Pasal 6

(1) Dalam hal Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain, Wajib Pajak dan/atau PKP wajib mengajukan permohonan pindah ke KPP Lama atau KPP Baru dengan mengisi Formulir Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah dan/atau Formulir Perubahan Data dan PKP Pindah.

(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a) KPP Lama wajib menerbitkan Surat Pindah untuk disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Baru; atau

b) KPP Baru meneruskan permohonan pindah ke KPP Lama sebagai dasar penerbitan Surat Pindah, paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

(3) KPP Baru wajib menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Pindah dari KPP Lama dan ditembuskan ke KPP Lama

(4) KPP Lama menerbitkan Surat Pencabutan SKT, Surat Penghapusan NPWP, dan/atau Surat Pencabutan SPPKP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya tembusan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP dari KPP Baru

Senin, 01 Februari 2010

Tarif & PTKP

1.Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,-

5%

Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-

15%

Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-

25%

Diatas Rp. 500.000.000,-

30%

Tarif Deviden

10%

Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21)

20% lebih tinggi dari yang seharusnya

Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut /potong(Untuk PPh Pasal 23)

100% lebih tinggi dari yang seharusnya

Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP

Gratis




2. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tahun

Tarif Pajak

2009

28%

2010 dan selanjutnya

25%

PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek

5% lebih rendah dari yang seharusnya

Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000

Pengurangan 50% dari yang seharusnya

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak

No

Keterangan

Setahun

1.

Diri Wajib Pajak Orang Pribadi

Rp. 15.840.000,-

2.

Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin

Rp. 1.320.000,-

3.

Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.

Rp. 15.840.000,-

4.

Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga

Rp. 1.320.000,-





4. Tambahan tarif Lainnya

Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak (PBB) adalah = 0,5%
Tarif Pajak yang dikenakan atas BPHTB adalah = 5
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah = 10 %

  • Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling rendah = 5 %
  • Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling tinggi = 15 %
  • Atas ekspor barang kena pajak = 0 %

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah
Paling rendah = 10 %
Paling tinggi = 200 %
Atas ekspor barang kena pajak = 0 %



RINGKASAN POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG U PPh BARU

Berikut kami sampaikan pokok-pokok pikiran dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) yang baru disahkan, pada hari Selasa tanggal 2 September 2008.

  1. Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh). Penurunan tarif PPh ini untuk mengimbangi tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).
    1. Bagi WP orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak (income bracket), yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500 juta.
    2. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.

      Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.
    3. Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM.
    4. Bagi WP orang pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2% menjadi 0,75% dari peredaran bruto. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk membantu likuiditas WP dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih rendah serta memberikan kepastian dan kesederhanaan penghitungan PPh.
    5. Bagi WP pemberi jasa yang semula dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimaksudkan untuk memberikan keseragaman pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto dan sebagian didasarkan pada penghasilan neto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan WP.
    6. Bagi WP penerima dividen yang semula dikenai tarif PPh progresif dengan tarif tertinggi sampai dengan 35%, menjadi tarif final 10%. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk mendorong perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham, mendorong tumbuhnya investasi di Indonesia karena dikenakan tarif lebih rendah dan meningkatkan kepatuhan WP.
  2. Pembebasan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang telah mempunyai NPWP fiskal sejak 2009 serta penghapusan pemungutan fiskal luar negeri pada tahun 2011. Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan.
  3. Peningkatan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi undang-undang.
  4. Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP
    1. Pengenaan tarif 20% lebih tinggi dari tarif normal untuk WP non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 21.
    2. Pengenaan tarif 100% lebih tinggi dari tarif normal untuk WP non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 23.
    3. Pengenaan tarif 100% lebih tinggi dari tarif normal untuk WP non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 22

Dasar penetapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP adalah berdasarkan Surat Edaran No. SE-59/PJ/2008 yang berisi :

SURAT EDARAN

NOMOR : SE – 59 /PJ/2008

TENTANG

PEMBERIAN NPWP BAGI KARYAWAN

Sehubungan dengan akan diberlakukannya amandemen Undang-undang Pajak Penghasilan yang akan mulai pada 1 Januari 2009 dan sejalan dengan program pemberian NPWP melalui kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

2. Dalam rangka pelayanan kepada Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak secara proaktif mendorong masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP secara mudah antara lain melalui kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi.

3. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2007 tanggal 27 Januari 2007, diatur pemberian NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi dapat dilakukan melalui Pemberi Kerja/Bendaharawan Pemerintah.

4. Dalam amandemen Undang-undang Pajak Penghasilan diatur hal-hal sebagai berikut :

a. Bagi Orang Pribadi dalam negeri yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum memiliki NPWP yang bertolak ke luar negeri wajib membayar Fiskal Luar Negeri.

b. Bagi Karyawan/ Pegawai yang belum memiliki NPWP dikenakan PPh Pasal 21 dengan tariff 20% lebih tinggi dibandingkan tariff normal yang berlaku.

5. Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, Kantor Pelayanan Pajak diminta untuk :

a. Secara aktif mensosialisasikan kebijakan substansi amandemen undang-undang Pajak Penghasilan khususnya mengenai perlakuan berbeda terhadap orang pribadi yang memiliki dan tidak memiliki NPWP baik secara langsung maupun melalui media

b. Secara khusus menyampaikan surat pemberitahuan kewajiban kepemilikan NPWP kepada seluruh Pemberi Kerja/Bendahara Pemerintah di wilayah kerjanya

c. Data yang disampaikan oleh Pemberi Kerja/Bendahara Pemerintah harus segera ditindaklanjuti untuk diberikan NPWP sesuai prosedur yang diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2007 tanggal 25 Januari 2007

6. Dalam hal Pemberi Kerja/Bendahara Pemerintah belum melengkapi seluruh fisik fotocopi KTP/Identitas karyawan/pegawai-nya, penerbitan NPWP tetap dilakukan sepanjang nomor KTP/Noppen karyawan/pegawai-nya dapat diperoleh

7. Berkenaan dengan belum lengkapnya fotocopi KTP, KPP Lokasi tetap berkewajiban melengkapi fotocopi KTP untuk disatukan dengan berkas Wajib Pajak sebelum disampaikan ke KPP Domisili

8. Pemberian NPWP dilakukan terhadap seluruh Karyawan/Pegawai yang sudah memenuhi syarat dan belum memiliki NPWP.

Demikian untuk dilaksankan sebaik-baiknya

Ditetapkan di Jakarta

Tanggal 17 Oktober 2008

Direktur Jenderal