Cari Blog Ini

Jumat, 12 Maret 2010

MODUL KUP

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN


1. Definisi
Sejalan dengan usul perubahan pada undang-undang perpajakan lainnya dan perkembangan teknologi informasi, beberapa definisi telah ditambahkan dan dilakukan penyesuaian agar dapat dipergunakan sebagai acuan bagi seluruh undang-undang perpajakan.

2. Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
a. Mempertegas bahwa kewajiban perpajakan adalah dimulai sejak memenuhi persyaratan subjektif dan persyaratan objektif, bukan karena diberi Nomor Pokok Wajib Pajak.
b. Wanita kawin dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah dari hak dan kewajiban suaminya.

3. Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang memungkinkan pengambilan atau penyampaian Surat Pemberitahuan dapat dilakukan melalui media elektronik, maka ketentuan mengenai pengambilan, pengisian, penandatanganan dan penyampaian Surat Pemberitahuan perlu disesuaikan untuk menampung:
1.) Pengambilan formulir Surat Pemberitahuan secara elektronik;
2.) Penandatanganan Surat Pemberitahuan dengan menggunakan tandatangan stempel atau tandatangan elektronik/digital (tidak harus dengan tanda tangan basah);
3.) Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik.
b. Dalam rangka memberikan waktu yang cukup kepada Wajib Pajak badan untuk mempersiapkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan perlu dibedakan, yaitu untuk Wajib Pajak orang pribadi tetap paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk Wajib Pajak badan paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
c. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan, dengan cara hanya menyampaikan pemberitahuan secara tertulis.
d. Wajib pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebelum daluwarsa penetapan, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Untuk Surat Pemberitahuan yang rugi atau lebih bayar, pembetulan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
e. Sanksi administrasi berupa denda bagi Wajib Pajak yang dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya setelah dilakukan tindakan pemeriksaan tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan, diturunkan dari 200% (dua ratus persen) menjadi 150% (seratus lima puluh persen).
f. Walaupun telah dilakukan pemeriksaan tetapi belum diterbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya dengan melunasi pajak yang harus dibayar beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen), sedangkan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.
g. Laporan Keuangan yang wajib dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah Laporan Keuangan atas kegiatan usahanya sendiri, bukan Laporan Keuangan Konsolidasi.

4. Sanksi Administrasi
a. Sanksi administrasi berupa denda bagi Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan dinaikkan menjadi sebagai berikut:
1.) Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN;
2.) Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya;
3.) Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan;
4.) Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi.
b. Kealpaan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.

5. Pembayaran Pajak
a. Menegaskan bahwa pajak yang dibayar pada tempat pembayaran yang ditentukan merupakan pembayaran pajak yang sah apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran atau telah mendapatkan validasi.
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan disampaikan.
c. Pajak yang masih harus dibayar dalam ketetapan pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Namun demikian untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan tersebut dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan.

6. Penetapan dan Ketetapan
a. Menyempurnakan beberapa ketentuan yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan Lebih Bayar untuk menampung bahwa:

1.) Surat Pemberitahuan Lebih Bayar untuk Wajib Pajak Tertentu tidak dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk memberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Misalnya terhadap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
2.) Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan untuk penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui Surat Pemberitahuan Lebih Bayar tidak berlaku dalam hal kepada Wajib Pajak dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
b. Menambah ketentuan untuk menerbitkan Surat Tagihan Pajak, dalam hal:
1.) Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak;
2.) Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan.

7. Pembetulan ketetapan pajak
a. Batas akhir penyelesaian pembetulan ketetapan pajak diubah dari 12 (dua belas) bulan menjadi 6 (enam) bulan.
b. Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak.

8. Restitusi PPN atas Barang Bawaan bagi Turis Asing
Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan pembelian Barang di dalam negeri dan dibawa ke luar negeri, dapat diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar.

9. Daluwarsa Penetapan dan Penagihan
a. Daluwarsa Penetapan
Daluwarsa penetapan pajak dipersingkat dari 10 (sepuluh) tahun menjadi 5 (lima) tahun sejak berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

b. Daluwarsa Penagihan
Daluwarsa penagihan pajak dipersingkat dari 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, menjadi 5 (lima) tahun sejak penerbitan ketetapan pajak.

10. Hak Mendahulu
Hak mendahulu untuk melakukan penagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, yang selama ini dibatasi selama 2 (dua) tahun, diubah menjadi sampai dengan daluwarsa penagihan pajak.

11. Gugatan
Menambah objek gugatan yang dapat diajukan Gugatan oleh Wajib Pajak ke badan peradilan pajak, yaitu:
a. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak.
b. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang tidak sesuai dengan prosedur.

12. Keberatan
a. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim.
b. Wajib Pajak wajib melunasi paling sedikit sejumlah yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
c. Jangka waktu pelunasan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
d. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen). Sanksi administrasi tersebut tidak dikenakan apabila Wajib Pajak mengajukan banding.
e. Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dan memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai permohonan keberatannya.
f. Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan.
g. Jumlah pajak yang diajukan keberatan belum merupakan utang pajak yang dapat ditagih dengan Surat Paksa dan belum boleh dikompensasi dengan kelebihan pajak lainnya.

13. Banding
a. Untuk Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dalam Surat Keputusan Keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
b. Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen).
c. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis terhadap hal-hal yang menjadi dasar keputusan keberatan.
d. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding.
e. Jumlah pajak yang diajukan banding belum merupakan utang pajak yang dapat ditagih dengan Surat Paksa dan belum boleh dikompensasi dengan kelebihan pajak lainnya.

14. Imbalan Bunga
Kelebihan pembayaran akibat dari keberatan, banding, peninjauan kembali, pembetulan, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.


15. Pembukuan atau Pencatatan
Memperjelas dan mempertegas peraturan yang berkaitan dengan kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan antara lain:
a. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyelenggarakan dan menyimpan pembukuan atau pencatatan di Indonesia;
b. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib menyimpan soft copy di Indonesia selama 10 tahun.

16. Pemeriksaan
a. Mempertegas dan memperjelas ketentuan yang mengatur kewenangan pemeriksa pajak untuk melakukan penyegelan terhadap barang bergerak atau tidak bergerak.
b. Tata cara pemeriksaan mengatur antara lain tentang penyampaian pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pemberian kesempatan Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir temuan hasil pemeriksaan.
c. Wajib Pajak orang pribadi yang diperiksa tetapi tidak memperlihatkan atau meminjamkan buku, catatan atau dokumen yang diperlukan sehingga tidak dapat dihitung besarnya pajak, maka pajaknya dapat dihitung secara jabatan.
d. Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen, data, informasi dan keterangan lain, dalam rangka pemeriksaan pajak wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.

17. Wajib Pajak “Go Public”.
Wajib Pajak badan go public, khususnya yang Surat Pemberitahuan Tahunan-nya menyatakan lebih bayar atau terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis rasio, dan Surat Pemberitahuan-nya dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, dapat dilakukan Pemeriksaan Kantor.

18. Akses Data Perpajakan
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya wajib memberikan data dan informasi perpajakan. Dalam hal data dan informasi tersebut tidak mencukupi, Direktorat Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi dengan Peraturan Pemerintah. Di dalam menghimpun data ini tetap memperhatikan kerahasiaan bank.

19. Pengurangan dan Pembatalan
a. Atas permintaan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat :
1.) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2.) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
3.) mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
4.) membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak yang dilaksanakan tanpa:
a.) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b.) pembahasan akhir dengan Wajib Pajak.
b. Batas akhir penyelesaian pengurangan atau pembatalan diubah dari 12 (dua belas) bulan menjadi 6 (enam) bulan.

20. Sunset Policy
a. Dalam rangka mendorong Wajib Pajak mengungkapkan penghasilan yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum tahun 2007, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembetulan dengan diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dengan syarat pembetulan tersebut dilakukan pada tahun pertama berlakunya Undang-Undang ini.
b. Paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Wajib Pajak orang pribadi yang sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar. Disamping itu terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan Wajib Pajak tidak benar atau lebih bayar.

21. Sanksi Bagi Petugas Pajak
a. Petugas pajak yang dengan sengaja menyalahgunakan wewenang dan atau melanggar hak-hak perpajakan Wajib Pajak, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan.
b. Pegawai pajak yang terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak diancam pidana Pasal 368 KUHP tentang pengancaman.
c. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam pidana sesuai Pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d. Pegawai pajak tidak dapat dituntut baik secara perdata atau pidana apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai peraturan.

22. Kode Etik Bagi Petugas Pajak
a. Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh Komite Kode Etik.

23. Komite Pengawas Perpajakan.
Dalam rangka pengawasan perpajakan, Menteri Keuangan membentuk komite pengawasan di bidang perpajakan.

24. Ketentuan Pidana
Untuk meningkatkan pengawasan pelaksanaan kewajiban perpajakan maka perlu menyempurnakan ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana di bidang perpajakan, atas:
a. kealpaan/kelalaian yang kedua kali dan seterusnya dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan, yang merugikan pendapatan negara.
b. Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan atau tidak menyimpan pembukuan di Indonesia;
c. setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan, atau menggunakan, atau menerbitkan dan menggunakan, Faktur Pajak atau bukti pemungutan pajak atau bukti pemotongan pajak, bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya;
d. setiap orang dari asosiasi, instansi dan lembaga pemerintah, dan pihak ketiga yang tidak melaksanakan kewajiban memberikan data dan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak, termasuk pihak yang menyebabkan tidak terpenuhinya data dan informasi dimaksud.
Disamping itu, kontruksi pidana pajak yang sebelumnya hanya mengatur ancaman pidana maksimal disesuaikan menjadi ancaman pidana minimal dan maksimal.

25. Ketentuan Penyidikan
Penegasan dan penyempurnaan ketentuan yang mengatur tentang penyidikan terutama dalam hal:
a. Wewenang penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
b. Penyitaan terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga, milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, atau pihak-pihak lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
c. Batas waktu penetapan keputusan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan oleh Jaksa Agung berdasarkan permintaan Menteri Keuangan, paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
d. Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan yang menyangkut petugas Direktorat Jenderal Pajak, Menteri Keuangan dapat menugaskan unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.

PERATURAN DIREKTUR JENDRAL PAJAK NO per 37..

PERATURAN DIREKTUR JENDERALPAJAK NOMOR PER 37/ PJ/ 2008 TETANG TATA CARA PEMBETULAN KESALAHAN TULIS, KESALAHAN HITUNG, DAN/ ATAU KEKELIRUAN PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DALAM PERTURAN PERUNDANG-UNDANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
……………………………………………
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR …………………….
TENTANG
PEMBETULAN PBB
ATAS……………NOMOR……………TANGGAL…………….
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Membaca : surat permohonan pmbetulan PBB yang diajukan secara perseorangan oleh Wajib Pajak / kuasa dari Wajib Pajak…………………………………Nomor……………….. tanggal……………………….atas …………………………Nomor……………………tanggal ………………………….Tahun Pajak……………………..yang diterima………………………….. berdasarkan tanda terima Nomor………………………tanggal……………………………..;
Menimbang : bahwa berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Pembetulan PBB Nomor……………..……………….tanggal …………………………….terdapat/ tidak terdapat cukup alasan untuk membetulkan kesalahan tulis/ kesalahan hitung/ kekeliruan penerpan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan PBB;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/ PMK.03? 2008 tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, dan/ atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan;
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor………………/ PJ/ 2008 tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, kesalahan Hitung, dan/ atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu dalam Peraturan Perundang-Undangan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEMBETULAN PBB ATAS ……………………………NOMOR……………………TANGGAL………………………
PERTAMA : Menerima seluruhnya/ menerima sebagian/ menolak permohonan pembetulan PBB atas………………..Nomor ………………..….tanggal………………………
Nama Wajib Pajak : ………………………………………..
NOP : ………………………………………..
Alamat Wajib Pajak/
Alamat Objek Pajak : ………………………………………
KEDUA : Sesuai Diktum PERTAMA, rincian pembetulan sebagai berikut:
No. Uraian Semula Hasil Pembetulan
1
2
3
4
5
6
7
8


DitetapDDitetapkan di …………………………..
Pada tanggal ……………………………
Direktur Jenderal/
a.n. Direktur Jenderal Pajak
……………………………………………….

………………………………………………
NIP…………………

KARAKTER PSG

Karakteristik PSG

Penyelenggara pendidikan system ganda pada SMK memiliki karakreristik sebagai berikut :

 INSTITUSI PASANGAN

Penyelenggaran pendidikan dengan sisitem ganda hanya mungkin di laksanakan antara institusi pendidikan (SMK) dan industri lain (industri/perusahaan yang berhubungan dengan lapangan kerja) yang memiliki sumber daya untuk mengembangkan keahlian kejuruan, untuk bersama-sama menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kejuruan.

 PROGRAM PENDIDIKAN BERSAMA

Penyesuaian kurikulum dilaksanakan bersama oleh SMK dan industri pasangannya, dan hasilnya menjadi program pendidikan yang di sepakati kedua belah pihak untuk di laksanakan bersama secara konsekuen.

 KELEMBANGAAN KERJA SAMA